Thursday, 9 February 2017

Beautifull Cloud in Makassar This Afternoon

Di tengah lalu lintas yang begitu padat, kendaraan yang tidak bisa jalan, bunyi kelakson kendaraan yang tiada henti, saya memfoto langit dengan awan yang indah ini. Mengingatkan kita kembali bahwa di balik sesuatu yang memuakkan, pasti akan ada hal indah yang dapat kita temukan. Seperti awan ini, awan yang menenangkan hati saya dibalik keluhan macet puluhan pengendara lainnya.


Ah, rasa-rasanya jadi ingin bermellow-mellow. Hehehe.

Mensyukuri setiap detik kenyataan bahwa kita semua di beri kesempatan untuk hidup di alam yang indah ini. Menikmati hidup yang se ada nya saja. Tidak perlu berlebihan, yang penting berkecukupan. Tidak perlu mengeluh untuk hal yang masih bisa kita tangani. Tidak perlu menyakiti perasaan orang lain walau dengan candaan. Tidak perlu marah untuk kesalahan kecil dari orang lain. Karena melihat awan ini, saya sudah merasa cukup.

Menyayangi orang disekeliling, berbuat baik. Itu semua lah yang membuat dunia ini semakin indah. Kadang berdebat, bertukar pikiran, berbeda pandangan, tapi jika kita lakukan semua dalam koridor saling menghormati dan saling menghargai, hal-hal tersebut menjadi bumbu-bumbu pemanis dunia ini.

Begitulah.

Saturday, 4 February 2017

Tumbuh Itu ke Atas, Bukan ke Samping

Tulisan ini saya buat bermula dari komentar-komentar orang-orang yang anti dengan investasi, anti dengan apartement, anti dengan rumah susun, anti dengan gedung-gedung kantor bertingkat. Saya terus terang sangat heran sekali dengan pemikiran dari orang-orang yang seperti itu. Padahal jika mereka tau, apartement, rumah susun, maupun gedung-gedung bertingkat adalah salah satu solusi efektif dari penyelesaian masalah-masalah perkotaan terutama di kota-kota besar.

Baikah, saya coba mulai dari pentignya sebuah lahan.

Jaman sekarang kalau kita perhatikan di daerah-daerah perkotaan itu sangat sulit untuk mendapatkan lahan. Terutama apabila kita mencarinya di pusat kota, kawasan yang menjadi titik tengah dari kota tersebut. Kalau pun ada yang tersedia, namun tentu harus dibeli dengan harga yang fantastis. Mau tidak mau, orang akan terus mencari lahan baru di daerah pinggiran kota sehingga terjadi konurbasi, dimana kita sudah tidak bisa lagi membedakan yang mana kota A dan yang mana kota B.

Dengan terjadinya konurbasi, maka sebenarnya akan menimbulkan masalah-masalah yang lain. Salah satu contoh misalnya lahan pertanian dan lahan hutan, yang terus berkurang lantaran terus menerus di ubah menjadi beton. Itu jelas merupakan sebuah kerugian. Desa-desa pun menjadi kekota-kotaan pada akhirnya. Sampai-sampai muncul istilah "desa kota". Hal itu untuk saat ini memang masih terlihat sangat wajar, tapi yang jadi pertanyaan besarnya adalah mau sampai kapan hal ini dibiarkan terus begitu saja? Saya tidak bisa membayangkan 100-200 tahun kedepan. Mungkin saja pulau jawa akan dipenuhi oleh bangunan-bangunan beton dan lahan pertanian pun akan habis jika ini tidak dicarikan solusi yang serius. 

Menurut saya, pemerintah sebagai penanggung jawab, sebagai pemikir masalah-masalah dan nasib masyarakat, harus berpikir solusi untuk itu. Pemerintah wajib mendorong investor-investor untuk menyediakan permukiman-permukiman keatas, dan berhenti berpikir untuk menyediakan permukiman secara horizontal. Mungkin ada yang bertanya mengapa harus investor, kenapa bukan pemerintah sendiri yang membangun. Jawabannya dari pertanyaan seperti itu sebenarnya sangat simpel, memang tidak semua harus investor, tapi jika investor tidak ikut andil, siapa lagi yang mau diharapkan? Saya rasa pemerintah manapun pasti akan kesulitan membangun semuanya tanpa ada bantuan dari pihak lain, terutama soal dana dan biaya pembangunannya. Pembangunan seperti itu, tentu akan memakan biaya yang cukup besar. Padahal kita tau sendiri banyak juga hal lain yang tidak kalah pentingnya, yang harus dibangun oleh pemerintah. Contohnya seperti pelabuhan, transportasi umum, drainase, perbaikan sekolah, bahkan rumah susun untuk warga berekonomi menegah kebawah. Nah, dari hal tersebut kita bisa lihat sendiri, peran Investor disini sebenarnya sangat penting dalam membantu pemerintah untuk menyediakan perumahan vertikal bagi masyarakat menengah keatas alias para elit dan eksekutif.

Salah satu solusi yang paling efektif menghambat laju dari konurbasi selain dengan menekan angka kelahiran hanyalah pembangunan yang dilakukan secara vertikal. Kalau istilah salah seorang guru besar di kampus saya mengatakan "mengefektif-efisienkan lahan". Dengan pembangunan secara vertikal, tentunya akan sangat menghemat sekali penggunaan lahan. 

Baiklah, sekarang saya akan mencoba menggambarkan hal ini dengan logika yang sederhana. Mari kita umpamakan ada 100 kepala keluarga, setiap kepala keluarga ingin membangun rumah masing-masing secara horizontal, dimana tiap rumah  kita anggap saja ukurannya 10x10. 100 kepala keluarga artinya akan dibangun 100 unit rumah, maka luas lahan yang akan terpakai adalah:

100 m2 x 100 unit = 10.000 m2, itu belum termasuk lahan yang dipakai untuk akses jalan atau sirkulasi kendaraan, taman, parkir mobil, dan lain-lainnya.

Bandingkan jika dengan 1 apartement atau 1 rusun dengan ukuran yg sama 10x10, 100 unit, dibangun 10 lantai, maka lahan yang akan terpakai hanya:

100m2 x 100 unit =10.000 m2
10.000 m2/10 lantai = 1000 m2
Bisa dilihat perbandingannya 1000 m2 dengan 10.000 m2 atau setara dengan 1:10. Dan itu artinya 9.000 m2 lahan pertanian atau 9.000 m2 lahan hutan bisa di selamatkan.

Kemudian jika membangun apartemen atau rusun dengan tipe yang sama (100 unit juga) untuk luas lahan 10.000 m2,
Maka jumlah unit rumah yang dibangun dapat melayani: 
10.000 m2/ 1.000 m2 = 10
10 x 100 unit = 1000 unit rumah, dalam artian 1000 kepala keluarga dapat terlayani. Dibandingkan dengan membangun 100 unit kesamping, jelas akan sangat jauh lebih efisien membangun ke atas.

Makanya saya sangat heran jika ada orang yang begitu anti dengan yang namanya investasi meskipun dari negara lain. Karena bagaimana pun untungnya seorang investor namun dia tetap memberikan manfaat buat perkembangan perkotaan bahkan negara. Begitu pula dengan orang-orang yang anti dengan rumah susun, sama saja. Mungkin anda sekarang anti, karena tidak memikirkan bagaimana kedepannya nanti.

Pemkiran seperti anti investasi, anti apartement, dan lain-lain itu harus diubah oleh masyarakat kita, karena kalau tidak hanya akan timbul masalah-masalah baru yang tentunya akan lebih runyem. Memang sih tetap ada resiko lainnya, tapi dimana-mana yang namanya solusi itu pasti akan selalu ada resikonya, yang membedakan hanya besar kecilnya resiko dari solusi itu. Dan semua solusi-solusi itu akan berjalan dengan baik, jika kita bersatu dan kompak melaksanakannya.

Semoga bermanfaat.

Thursday, 2 February 2017

Sosialisasi Semester Genap S3 Ilmu Arsitektur Unhas

Hari ini saya mengikuti sosialisasi semester genap program doktor (S3) ilmu arsitektur Unhas. Acara ini dimulai dari pukul 13.00-16.00 WITA. Sosialisasi ini untuk mengingatkan mahasiswa pentingnya untuk memulai penulisan desertasi sejak saat ini dan tidak menunda-nunda untuk memulai penelitian. Karena program doktor sangat berbeda dengan kuliah pada 2 tingkatan sebelumnya yaitu program master maupun program sarjana. Prof. Ananto Yudono mengatakan bahwa program doktor itu kuliahnya hanya penelitian dan menulis, tidak usah berharap akan ada kuliah seperti program master (S2) maupun program sarjana (S1), sehingga sangat diperlukan adanya keaktifan, inisiatif dari mahasiswanya sendiri untuk datang ke kampus, bertemu dan berkonsultasi dengan professornya dan promotornya masing-masing.

Dalam acara ini sangat banyak yang dibahas, terutama mengenai rencana-rencana penelitian dan seminar-seminar baik itu seminar nasional maupun seminar internasional. Setiap individu mahasiswa diberikan target oleh Prof. Ananto untuk menyelesaikan hal-hal yang wajib di penuhi oleh mahasiswa terserbut. Seperti bulan berapa akan mengikuti Seminar Nasional, Semnas seperti apa yang akan di ikuti, lalu kapan rencana untuk men-submit abstrak yang akan di publikasikan di Jurnal Internasional.

Prof. Ananto sebagai ketua program studi doktor ilmu arsitektur universitas hasanuddin menyampaikan bahwa dalam penulisan jurnal maupun bahan-bahan untuk seminar harus berhati-hati terhadap plagiasi. Dalam beberapa kasus, beberapa orang sampai harus rela untuk dicabut gelar doktornya, karena katahuan dalam tulisan-tulisannya baik dalam desertasi, jurnal maupun seminar-seminarnya kedapatan memplagiasi tulisan dari orang lain tanpa di cantum sumbernya. Selain itu, Prof. juga menyampaikan bahkan memplagiasi diri sendiri pun sangat berbahaya sebenarnya. Untuk itu, beliau menekankan kepada mahasiswa untuk berhati-hati dan teliti sebelum mempublikasikan tulisannya.

Beriktu ini adalah foto-foto dari acara Sosialisasi Semester Genap porgram doktor (S3) Ilmu Arsitektur Universitas Hasanuddin Makassar.





Wednesday, 1 February 2017

Harapan Pembangunan Kota-Desa di Indonesia 2017

Tepat tahun 2017, tanggal 01, bulan 01, pukul 01.00 WIB, saya sempat menuliskan opini saya di salah satu akun media sosial saya, tentang bagaimana kedepannya kota-kota di Indonesia menghadapi tahun 2017 dan tahun-tahun berikutnya. Kini pada tahun yang sama, tanggal 02, bulan 02, pukul 02.00 WIB saya ingin memposting kembali tulisan saya itu kedalam blog ini. Berikut tulisan tersebut:

Tahun 2017, kota-kota besar dan kota-kota yang padat penduduknya sudah mesti memikirkan pembangunan permukiman vertikal atau ke atas. Dengan pembangunan secara vertikal, maka akan memperluas lahan-lahan yang dapat di "garap" menjadi lahan yang produktif. Tujuannya bukan untuk apa, tapi agar lapangan pekerjaan semakin luas, sehingga angka pengangguran bisa ditekan. Dan akan lebih bagus jika hal tersebut bisa diiringi dengan kenaikan upah minimum (UMR) masyarakat. 

Angka penerimaan mahasiswa baru juga harus harus dikaji ulang dan disesuaikan kembali sebisa mungkin dengan kebutuhan lapangan pekerjaan. Izin usaha harus lebih dipermudah dan jangan dipersulit apalagi sampai dipermahal. Karena hal ini sangat berguna untuk mengawal pajak negara dan mengurangi pungutan liar. Terkadang orang malas mengurus izin usaha karena ribet, lama, dan perlu biaya yang mahal. Sehingga pada akhirnya mereka mendirikan usaha tanpa memiliki izin usaha. Hal tersebut lah yang menyebabkan negara kesulitan untuk memungut pajak karena tanpa izin usaha, tidak akan ada alasan bagi negara untuk menarik pajak atau retribusi dari mereka. 

Lalu kemudian, setiap usaha kecil dan menengah atau yang sering disebut UKM agar dapat lebih difasilitasi dan diperbantukan modal oleh pemerintah. Pemilihan subsidi yang tepat guna seperti subsidi untuk pengiriman barang juga harus lebih di tingkatkan baik antar wilayah dalam negeri maupun ekspor keluar negara. Gunanya untuk mendukung UKM-UKM dalam proses distribusi produk-produk mereka. Jika mereka dapat dengan mudah mendistribusikan produk-produk mereka, maka hal tersebut akan menjadi kekuatan untuk menunjang produk-produk dalam negeri agar bisa berkompetisi dengan produk-produk asing lainnya.

Pemeretaan juga tidak kalah penting, pembangunan infrstruktur dan utilitas seperti pelabuhan, jalan (link antar daerah), listrik, air bersih lebih di tingkatkan di kota-kota yang sedang berkembang (setengah metropolitan) seperti Palu, Kendari, Ambon, Manado. Sehingga investasi dan industri barang dan jasa tidak terpusat lagi hanya pada kota-kota yang sudah padat pendudukDesa-desa juga tetap wajib ditingkatkan produktivitasnya, jalur-jalur distribusi dari desa ke kota juga harus terus menerus ditingkatkan.

Demikianlah opini saya, semoga bermanfaat. Jika berbeda pandangan dan opini silahkan komentar di bawah ini, jangan sungkan-sungkan. Terima kasih.

Bagaimana Seorang Tukang Becak Hidup di Kota Besar

Sebenarnya apa yang menyebabkan tukang becak bisa hidup di kota besar seperti di kota Makassar? Padahal jika kita melihat sekilas, kita pasti akan bilang bahwa penghasilan mereka tidak akan cukup untuk menghidupi keluarga mereka. Berikut ini adalah jawaban dari Prof. Tommy (Ahli Sosiologi Arsitektur dan Perkotaan), yang dulu pernah meneiliti secara mendalam kehidupan dari seorang tukang becak di Kota Makassar.


"Sebenarnya agak panjang kalau ini mau dijelaskan, karena hal ini terlalu luas dan kompleks. Namun saya akan coba menjelaskan dengan lebih sederhana agar mudah ditangkap. Kalau kita menganggap seorang pengemudi becak adalah seorang migran permanen memang tidak masuk akal. Namun kita harus melihat itu dari perspektif desa dan kota. Dalam kasus ini, saya istilahkan mereka hidup dalam 2 alam. Dalam artian sebenarnya keluarga mereka itu tinggal di perdesaan, dan mereka mencari nafkah di Perkotaan. 

Menurut penelitian saya, boleh dikata 90% dari mereka adalah pelaku migrasi sirkuler. Misalnya mereka asal dan tempat tinggalnya ada di daerah di luar Kota Makassar, anggaplah takalar, mereka itu setiap minggunya selama 4-6 hari mereka ada di Makassar, namun sisanya mereka pulang ke kampung mereka masing-masing. Kemudian keuntungan yang mereka dapatkan di Makassar mereka bawa pulang sebagai remitan untuk membiayai keluarga mereka. Nah, yang jadi pertanyaan menarik adalah bagaimana seorang tukang becak itu sendiri bisa hidup di kota besar seperti Makassar. 

Dalam penelitian saya, bisa diketahui bahwa mereka kebanyakan tinggal di rumah kerabat-kerabat dekat mereka bahkan beberapa menempati begitu saja ruang-ruang kosong hanya untuk sekedar tidur,dll. Beberapa pula dari mereka bahkan mengaku selalu membawa beras dan sayuran dari desa mereka. Sehingga mampu mengurangi biaya akomodasi mereka di Makassar.

Yang penting kita ketahui bahwa kehidupan mereka di Desa sangatlah baik, mereka punya lahan pertanian yang cukup, istri mereka punya peternakan, ataupun perkebunan.
Jadi seperti itulah kurang lebih bagaimana seorang tukang becak itu bisa hidup di kota-kota besar seperti Makassar."

Demikianlah hasil wawancara saya dengan salah satu ahli sosiologi perkotaan di Makassar. Semoga tulisan ini bermanfaat buat semua yang membaca. Jika ada pendapat lain silahkan komentar di bawah.

Monday, 30 January 2017

Apakah Penguasaan Ekonomi di Suatu Negara di Pengaruhi oleh Ras

Elit ekonomi sebenarnya tidak lagi melihat pada etnis. Masa itu sdh lewat. Sekrang, siapa yang menggunakan moda produksi kapitalis dengan baik, ia akan sukses secara finansial; sebaliknya yg tidak menggunakannya akan terlempar ke dalam jeratan kemiskinan. ini adalah fakta sekaang yang dihadapi di Dunia Ketiga.

Lalu bagaimana di Indonesia Indonesia dengan ras Tionghoa yang terlihat seperti menguasai ekonomi di Indonesia.

Faktnya juga bahwa sebagian bangsa pribumi tetap pada penggunaan moda produksi pra-kapitalis / tradisional, sedangkan bangsa Tionghoa Indonesia lebih cepat beradaptasi dgn moda produksi kapitalis. Lalu dgn cara apa mereka (para pribumi) dilindungi? Yang dengann memberi akses ke moda produksi kapitalis. Misalnya dengan memberi ruang bagi koperasi untuk bisa menembus pasar kapitalis dunia. Bukan malah mengebiri koperasi. Mari kita lihat apakah ada 1 (satu) saja di antara koperasi-koperasi kita yang bisa menembus bisnis di level internasional. Saya rasa masih sangat minim. Mengapa demikian? Karena mereka sudah dikebiri sejak kapitalis dunia melakukan penetrasi di negara kita pada awal 1970-an.

By. Prof.Dr. Ir. Tommy. S.S.E. Msi.

Tidak Harus Ibukota Negara

IPM atau Indeks pembangunan manusia adalah pengukuran mengenai bagaimana kualitas suatu kota dalam mengembangkan manusia. IPM ini biasanya diukur melalui standar pelayanan publik yang ada di kota tersebut seperti pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan tempat ibadah, pelayanan sarana olahraga, dll. Namun apakah standar pelyanan publik tertinggi disuatu negara pasti adalah ibu kota? 

Mari kita liat.

Standar pelayanan publik tertinggi di Italia adalah Milan, bukan Roma. Stndar pelayanan publik tertinggi di Arab Saudi ada di Madinah, bukan Riyadh. Begitupun Amerika dengan New Yorknya, bukan Washington. Jadi kalau ada yang bilang ibu kota negara pasti selalu menjadi yang tertinggi dalam hal pelayanan publik dan IPM, saya rasa keliru. Tapi pemikiran seperti itu untuk orang Indonesia adalah hal yang wajar. Kenapa? Karena kita orang Indonesia yang beribu kota Jakarta.

Kalau kita melihat di Indonesia, indeks pembangunan manusia dan indeks pelayanan publik memang masih dikuasai oleh ibu kota negara, Jakarta. Hal ini dikarena pembangunan pelayanan publik kota Jakarta yang tidak seimbang dengan kota-kota lain di Indonesia sejak dari dulu kala. Sejak jaman Presiden Soekarno, pemerintah selalu berpikiran bahwa Jakarta adalah ibu kota yang menjadi lambang dan simbol serta gambaran dari negara. Pemerintah selalu berpikir bahwa menajaga citra dari jakarta itu sama dengan menjaga citra indonesia dimata dunia. Sehingga semua pembangunan pada saat itu fokus pada Jakarta, dan hal ini juga diamini oleh suksesornya yaitu pak harto bahkan suksesor-suksesor lainnya. Namun, tanpa disadari dengan begitu justru akan menyebabkan terjadinya ketimpangan ekonomi yang cukup besar dan pemasalahan-permasalahan lainnya.

Infrastuktur yang di bangun di Jakarta tentu menyebabkan swasta yang ingin berinvestasi pasti akan lebih memilih jakarta sebagai tempat mereka membuka usaha dan investasi ketimbang kota-kota lainnya. Hasilnya sekarang di kota-kota lainnya apalagi kota-kota yang diluar jawa seperti Makassar dan Medan, masyarakatnya agak kesulitan mendapatkan pekerjaan pada perusahaan-perusahaan yang bonafit karena rata-rata perusahaan-perusahaan yang bonafit akan lebih memilih bercokol di Jakarta. Mau tidak mau, suka tidak suka, pada akhirnya orang-orang dari berbagai belahan Indonesia semua bermigrasi ke Jakarta untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang baik ketimbang bekerja di kampung halamannya. Begitu lah faktanya.

Pemerintah harus sadar, bahwa biaya pembangunan pelayanan publik jangan lagi terlalu di forsir ke ibu kota Jakarta lagi, melainkan memforsir biaya pembangunan tersebut ke daerah-daerah yang sedang berkembang. Masih banyak kota yang punya potensi untuk di kembangkan. Masih banyak kota yang juga harus dibuat sama seperti Jakarta. 

Hal ini pula lah sebenarnya yang menyebabkan mengapa Kota Jakarta itu selalu punya banyak masalah yang sangat-sangat sulit untuk diselesaikan, karena menurut saya sebenarnya akar masalah dari semua masalah di kota Jakarta adalah pembangunan di Jakarta itu sendiri. Pembangunan yang sebenarnya telah melampaui kapasitas dari kota Jakarta sendiri. Dan yang perlu diingat, Jakarta bukanlah singapura, jakarta bukanlah sebuah negara yang bisa menerapkan peraturan batasan jumlah imigran dan sejenisnya. Karena Jakarta hanyalah salah satu kota di Indonesia. Berapapun orang Indonesia yang ingin ke Jakarta, dan berpindah tempat tinggal ke Jakarta sangat sulit untuk dibatasi oleh pemerintah. Jadi menurut saya "menjakartakan" pembangunan di daerah/kota yang lain adalah salah satu solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan di Jakarta selain dari gusur menggusur. Semoga kedepannya pemerintah bisa sadar akan hal ini.

Demikianlah artikel ini saya tulis. Ini hanya opini saya semata, namun mudah-mudahan ada manfaatnya bagi yang membacanya. Kalau ada tanggapan monggo di komentar saja dibawah, tidak perlu sungkan-sungkan. Kalau suka dan punya pemikiran yang sama silahkan di share. 

Terima kasih.

Saturday, 28 January 2017

Karakteristik Kota di Indonesia

Karakteristik kota-kota di Indonesia antara lain:
1. Tumbuh secara tidak terencana (organis), 
2. Cenderung tidak terkendali (sprawl)
3. Mengabaikan aspek tata guna lahan, sehingga guna lahannya tercampur (mixed-uses)
4. Dualisme ekonomi (sektor ekonomi formal dan sektor ekonomi informal)
5. Budaya kota yang khas
6. Aturan-aturan pemerintah kota daerah banyak yang tidak terlaksana.

Sumber: Buku "Arsitektur Kota, Hestin Mulyandari"

Fungsi Kota Secara Internal dan Eksternal

Fungsi kota secara internal yaitu:
1. Sebagai kegiatan kehidupan dalam wadah kehidupan sosial budaya penduduk setempat, seperti kawasan permukiman dan sarananya.
2. Sebagai wadah kegiatan ekonomi lokal, mendukung rumah tangga penduduk, dalam hal: a. Kebutuhan produksi, bentuk pusat kerja pemerintah dan swasta, produksi/industri; (b) kebutuhan kerjasama, distribusi transaksi, dan simpul pertukaran informasi ; (c) kebutuhan layanan transportasi lokal, simpul jaringan sirkulasi berupa terminal, stasiun, dan bandara maupun pelabuhan.
3. Sebagai satuan fisik infrastruktur lokal
4. Sebagai wadah politik dan administrasi pemerintahan.

Sedangkan, fungsi kota secara eksternal antara lain:
1. Pusat interaksi dan wadah kegiatan sosial budaya bagi penduduk lebih luas,
2. Pusat dan wadah legiatan ekonomi ekspor sehingga mempengaruhi manajemen transaksi industri antara lain produksi barang, produksi jasa, koleksi dan distribusi untuk wilayah luas.
3. Sebagai simpul komunikasi yang lebih lengkap dan cepat dengan jangkauan yang lebih wilayah luas
4. Sebagai satuan fisik infrastruktural terkait dengan jaringan wilayah luas.
5. Pusat politik dan administrasi pemerintahan untuk kepentingan tingkat wilayah lebih atas.

Sumber:
Pengantar Arsitektur Kota, Hestin Mulyandari

Friday, 27 January 2017

Ciri Khas Orang Kota Terkait Sampah

Ciri khas kebanyakan orang yang tinggal di kota (di indonesia) dalam menyikapi sampah:
1. Lihat sampah, tidak dipungut kecuali pemulung atau pasukan kuning.
2. Sampah dibuang sembarangan, yang penting dirinya bebas dari sampah.
3. Lempar sampah niatnya sih ke tempat sampah, cuma lemparnya dari mobil, dan meleset, dan setelah itu pasrah, hal ini diikuti oleh 100 orang berikutnya yang pada akhirnya sampahnya meluber ke badan jalan.
4. Tidak menemukan tempat sampah, got jadi sasaran empuk.
5. Kantong plastik dianggap sebagai tempat sampah (yang paling praktis). Namun tempat sampahnya (kantog plastik) dilempar lagi ke tempat sampah yang lebih gede, tapi meleset lagi, akhirnya meluber lagi ke jalan.
6. Paling banyak mengeluh masalah sampah di kota, tapi paling sering lempat kantong plastik isi sampah dari mobil.
7. Marah kalau tetangganya lempar sampahnya di rumahnya, tapi paling hobi nyampah di medsos. Sambil tulis status "kampret tetanggaku lempar sampah lagi dirumahku"
8. Tau persis bagaimana membedakan mana sampah kertas biasa yang jatuh dijalanan dan mana uang kertas yang jatuh dijalanan. Meskipun warnanya sama.

Thursday, 26 January 2017

Becak dan Bentor di Makassar

Becak (dari bahas hokkien be chia "kereta kuda") adalah suatu moda transportasi beroda tiga yang sangat umum ditemukan di Indonesia ataupun di Asia. Kapasitas normal becak adalah dua orang penumpang dan satu pengemudi. Pengemudi becak inilah yang sering disebut tukang becak. Becak saat ini kebanyakan telah berubah menjadi bentor atau bemor (becak motor). Dimana pengemudinya sudah tidak lagi menggunakan dayung untuk menggerakkan kendaraannya melainkan menggunakan mesin motor untuk bergerak.  

Moda transportasi seperti becak dan bentor ini tidak dimanfaatkan sebagai kendaraan pribadi, melainkan dimanfaatkan sebagai kendaraan umum. Dimana, banyak orang yang memanfaatkannya sebagai lahan untuk mencari nafkah. 

Kebanyakan pengemudi becak ini memilih untuk memanfaatkan becak atau bentor sebagai sarana mencari nafkah, karena becak merupakan salah satu sarana transportasi yang murah untuk dibeli atau disewa. Berdasarkan hasil wawancara saya dengan beberapa pengemudi, mereka lebih memilih untuk memodifikasi becak atau motor mereka menjadi becak motor, karena menurut mereka dengan becak motor lebih mempunyai manfaaat ganda ketimbang hanya becak ataupun motor.  pengumpang yang diangkut bisa lebih banyak.

Menurut mereka, kebanyakan dari penumpang akan lebih tertarik dengan becak motor ketimbang hanya motor saja (ojek) karena becak motor menurut mereka dapat menampung lebih banyak penumpang ketimbang motor.

Khusus daerah Makassar, para tukang becak rata-rata mangaku senang dan menikmati pekerjaan mereka. Dengan rata-rata penghasilan berkisar dari 50.000-200.000 per hari. Dan ketika ditanya, apakah mereka pernah tidak mendapatkan satu penumpang pun dalam satu hari, hampir semua dari mereka mengaku selalu saja ada penumpang tiap harinya. Mereka juga mengaku bahwa penghasilan tersebut sudah sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka dan keluarga mereka. Bahkan beberapa dari mereka mampu menyekolahkan anaknya hingga lulus sarjana, meskipun memang tidak semua dari mereka bisa seperti itu.

Sebuah hal yang menarik mengingat jika di lihat sepintas, pasti banyak dari kita yang menduga bahwa untuk makan pun mereka sulit. Tapi kenyataan dilapangan ternyata mereka tidak merasakan seperti itu. Bahkan beberapa diantara mereka mengaku sangat senang dengan pekerjaan dan gaya hidup mereka sebagai tukang becak.

Linggar Eisenring - Makassar, 26 Januari 2017

Sunday, 22 January 2017

Masalah Pariwisata di Sulawesi Selatan

Sebenarnya kalau dipikir-pikir lagi, Sulawesi Selatan itu punya banyak tempat wisata yang menarik. Pulau Samalona, Bira, Tana Toraja, Bantimurung, Malino, banyak sebenarnya yang bisa di eksplor menjadi tempat wisata yang menarik dan menjadi kelas dunia.

Tapi kenapa tempat-tempat wisata tersebut kurang mendunia seperti tempat-tempat wisata di Bali maupun di NTB. Berikut ini adalah opini saya mengapa tempat-tempat wisata di Sulawesi Selatan tidak bisa berkembang dengan baik.

Pertama, Pemerintah Provinisi sepertinya tidak 100% mengelola tempat-tempat wisata tersebut. Kebanyakan rencana pengembangan yang telah dibuat oleh ahli-ahli perencaan wilayah dan ahli-ahli pariwisata hanya menjadi sebuah dokumen semata. Belum terlihat adanya langkah penerapan yang konkrit terhadap dokumen-dokumen perencanaan itu. Pemerintah harusnya sadar jika mereka meningkatkan potensi-potensi pariwisata, maka return yang akan mereka terima sangat besar, sehingga mampu membangun yang jauh lebih besar. Kesadaran seperti inilah yang belum dimiliki oleh pemerintah.

Kedua, akses menuju ke lokasi wisata unggulan cukup "ribet" dan sulit. Toraja contohnya. Toraja sekitar 20-30 tahun lalu "katanya" sempat menjadi salah-satu tempat berwisata oleh wisatawan mancanegara. Potensi-potensi wisata disana sangat banyak sebenarnya. Namun karena akses yang makin susah untuk menuju kesana (perjalanan bandara makassar sampe ke toraja paling cepat 8 jam perjalanan), sehingga kebanyakan orang jadi malas untuk kesana. Sementara kebanyakan pola pikir wisatawan sekarang sudah berbeda dengan yang dulu. Sekarang wisatawan berpikirnya waktu sangatlah penting. Untuk itu ada bagusnya infrastuktur yang terkait dengan akses ke tempat wisata mau tidak mau harus di tingkatkan. Misalnya mungkin dengan memperlebar jalan dari Bandara Makassar ke Tana Toraja. Atau mungkin membuat bandara kelas nasional sekalian.

Eksotisme Budaya di Tana Toraja

Ketiga, banyak lokasi potensial namun kurang dikelola secara maksimal. Misalnya seperti di pantai Apparalang. Tempat itu jika dikelola secara serius, tapak wisatanya dipercantik, saya yakin tempat itu menjadi tempat wisata yang sangat Indah.

Keindahan Pantai Appalarang

Keempat, kurangnya tempat penginapan yang nyaman. Kalau kita bicara tempat penginapan di Makassar memang sudah sangat baik, namun bagaimana dengan tempat-tempat penginapan seperti di Bira, Appalarang, Bantimurung, Malino yang sepertinya tidak ada peningkatan sama sekali. Praktis hanya pantai marina di Bantaeng dan tana toraja saja yang punya tempat penginapan yang layak. Selebihnya tidak ada peninginapan yang bisa memanjakan para wisatawan.

Penginapan yang begitu-begitu saja.


Kelima, kurangnya promosi. ini adalah hal terakhir yang paling penting sebenarnya. Pemerintah kurang mempromosikan tempat-tempat wisata yang ada di Sulawesi Selatan. Kadang saya sangat sedih sekali melihat bandara Sultan Hasanuddin di Makassar sama sekali tidak ada spanduk untuk mempromosikan Bira, Tana Toraja, Pulau Samalona, dll. Padahal kalau mau dipikir, bandara adalah tempat yang paling pas untuk mempromosikan tempat wisata di Sulawesi Selatan. Promosi adalah salah satu cara yang terbaik untuk meningkatkan wisatawan, bila perlu pasang spanduk atau moda promosi di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta sekalian.

Promosi wisata harus mulai dari Bandara.

Sebernarnya masih banyak lagi yang lain. Namun untuk sementara ini saja dulu. Nanti kita lanjut lagi. Soalnya mata sudah tidak kuat lagi. Terima Kasih, semoga bermanfaat buat para perencana tempat pariwisata yang ada di Sulawesi Selatan ataupun di Seluruh Indonesia.

Saturday, 21 January 2017

Tax Awareness Key Success A Regional

A city will not live and develop without infrastructure. It could be a network infrastructure of electricity, waste management, providing a source of fuel, water supply, provision of means of transportation (including roads), public parks, etc.

Why should bulid the infrastructure? Due to the absence of infrastructure, the urban economic activity (production, distribution, consumption) will go well. You can imagine what happens with an industry without a good electric network. With good infrastructure, people will not hesitate to invest, trade, opening an independent business. This sort will grow fields of work. Which can suppress unemployment.

We need to look together is that the need for infrastructure is constantly increasing, not stack at one point in time. This was due to an increase and population growth over time. When will the growth of infrastructure development that does not go hand in hand in accordance with population growth, then rest assured that will happen is also increasing unemployment and rising poverty. The logic is very simple, population growth need jobs, jobs need people to open a business or to invest, the investment need of infrastructure.

However, to build the infrastructure it needs a lot of money. It has been built yet, also still need funds to maintain or improve the service quality of the infrastructure. Then who should build the infrastructure? Surely the government. And in the infrastructure development, indeed the government must be prepared to lose. Not even think to make a profit there.

Okay, we get back to the topic, then where did the government get the money to build infrastructure? None other than the tax. Tax whom? Yes definitely all taxes of us. When the tax is misused, it is not used for the construction of appropriate infrastructure, should not be surprised why so many poor people in the city. So also with the community, when people do not pay taxes, then do not protest if welfare of the people in your area are still low.

So, it is all related to one another as tire chains on the motorcycle when the chain was broken then the bike will not be able to move. And there we just left behind / late from another motorcycle.

May add your insight.

Kesadaran Pajak Kunci Keberhasilan Suatu Kota

Suatu kota akan hidup dan berkembang dengan adanya infrastruktur. Infrastruktur itu dapat berupa jaringan listrik, pengelolaan sampah, penyediaan sumber bahan bakar, penyediaan air bersih, penyediaan sarana transportasi (termasuk jaringan jalan), taman publik, dll.

Mengapa harus infrastruktur? Karena dengan adanya infrastruktur maka kegiatan ekonomi perkotaan (produksi, distribusi, konsumsi) akan berjalan dengan baik. Bisa dibayangkan bukan bagaimana jadinya sebuah industri atau sebuah perkantoran tanpa ada jaringan listrik yang kuat dan yang memadai. Dengan infrastuktur yang baik, orang tidak akan ragu untuk berinvestasi, melakukan perdagangan, membuka usaha mandiri. Hal tersebut pun yang nantinya akan menumbuhkan lapangan-lapangan pekerjaan. Sehingga bisa menekan pengangguran.

Yang perlu kita cermati bersama adalah bahwa kebutuhan akan infrastruktur ini terus menerus meningkat, tidak stack pada satu titik masa. Hal tersebut disebabkan karena adanya peningkatan dan pertumbuhan penduduk dari masa ke masa. Kapan pertumbuhan pembangunan infrastuktur itu tidak berjalan beriringan sesuai dengan pertumbuhan penduduk, maka yakinlah yang akan terjadi adalah meningkatnya pengagguran dan meningkatnya pula penduduk miskin. Logikanya sangat sederhana, pertumbuhan penduduk membutuhkan lapangan pekerjaan, lapangan pekerjaan membutuhkan orang untuk membuka usaha ataupun berinvestasi, orang investasi membutuhkan infrastuktur.

Namun, untuk membangun infrastruktur itu butuh uang yang banyak. Telah dibangun pun, juga tetap membutuhkan dana untuk memelihara ataupun meningkatkan kualitas pelayanan dari infrastruktur tersebut. Lalu siapa yang harus membangun infrastuktur? Tentunya pemerintah. Dan dalam pembangunan infrastuktur itu, memang pemerintah harus siap untuk rugi. Bukan malah berpikir untuk mencari untung disitu.

Oke, kita kembali ke topik, lalu dari mana pemerintah mendapatkan uang untuk membangun infrastuktur? Tidak lain dan tidak bukan adalah dari pajak. Pajaknya siapa? Ya jelas pajak-pajak kita semua. Kapan pajak disalahgunakan, tidak digunakan untuk pembangunan infrastuktur yang tepat guna, tidak perlu kaget kenapa banyak orang miskin di kota tersebut. Begitu juga dengan masyarakat, kapan masyarakat tidak membayar pajak, maka jangan protes kenapa kesejahteraan masyarakat di daerah anda masih rendah.

Jadi memang semuanya itu berkaitan satu sama lain seperti rantai ban pada sepeda motor yang kapan rantainya itu putus maka motornya tidak akan bisa jalan. Dan yang ada kita hanya tertinggal/terlambat dari sepeda motor lain.

Semoga menambah wawasan anda.

Friday, 20 January 2017

Jangan Mudah Terpengaruh dan Teradu-Domba

Merefresh otak kita tahun 2017 ini dengan pemikiran-pemikiran yang sehat dan tidak terpengaruh berita-berita negatif adalah hal yang cukup penting bagi kebaikan kita semua. Ada pendapat orang yang mengatakan begini:
"Kalau kita hanya mencari kejelekannya orang, yang akan kita temukan hanyalah kejelekannya, begitu juga jika kita hanya mencari kebaikannya orang, yang hanya kita temukan adalah kebaikan, tapi kalau kita mencari FAKTA, maka yang akan kita temukan adalah kebenaran siapa sebenarnya orang itu."




Saya sangat setuju.

Akan tetapi, menurut saya, mencari fakta itu adalah hal yang sulit. Mungkin akan jauh lebih baik apabila tidak men-judge orang tanpa melihat langsung apa yang ia perbuat, tanpa mengkroscek secara langsung kebenaran beritanya, dan tanpa mengetahui dengan pasti apa maksud dari dia melakukan itu.

Tidak lah baik jika kita mengambil berita hanya dari kata si ini, si anu, si itu yang bilang atau hanya karena melihat gelagat ini, anu, dan lain-lain. Waspada perlu, curiga juga perlu, pengawasan pun perlu, bahkan pengawasan yang lebih ketat itu akan lebih baik. Namun, pengawasan itu harus diikuti dgn fakta yg ada, bukan hanya sekedar opini apalagi fitnah. Memfitnah dan percaya dengan fitnah, itu dosanya beda tipis. Analoginya seperti anda percaya dengan perkataan tukang fitnah seperti dajjal.

Sering kali saya temukan orang mudah sekali percaya terhadap suatu berita, padahal dia sendiri tidak tau persis berita itu benar atau tidak. Dan orang seperti ini apabila ditanyakan kepadanya "kamu pribadi memangnya rugi apa setelah mendengar berita seperti itu? apa yang kamu takuti?". Hampir semua jawabannya tidak jelas, yang ada hanya kerugian semu (yg belum tentu akan terjadi). Padahal tanpa dia sadari berita itu sudah membuatnya membenci seseorang yang belum tentu punya niat jelek.

Mungkin memang ada yang ganjil untuk beberapa kasus, tapi itu tidak serta merta membuat kita boleh mengklaim atau menuduh "ini pasti karena dia begitu" atau "disana begitu pasti karena disini begini". Perlu penulusuran lebih jauh lagi untuk melihat fakta yang sebenarnya. Bisa jadi juga, apa yang dia lakukan kelihatan jelek, namun yang disasar adalah kebaikan yang lebih besar. Meskipun memang tidak menutup kemungkinan yang akan diperoleh bisa juga adalah kejelekan yang lebih parah.

Penyabab Kemiskinan Dunia

Sekitar 5 hari yang lalu, seperti biasa pagi hari saya membuat kopi, lalu membuka HP membaca media-media online di HP. Ada artikel yang menggelitik saya. Artikel itu dari media online Kompas yang berjudulnya 8 orang super kaya vs 3,6 milyar orang miskin. Dari artikel tersebut saya akhirnya paham kenapa selama ini kemiskinan di dunia itu tidak akan pernah hilang.

Berikut artikelnya:



Thursday, 19 January 2017

Cara Mengetahui Ideologi Pemimpin Negara

Pertama saya mau nyatakan bahwa saya orangnya simpel, berpikir simpel namun tetap rasional.

Cara berpikir saya sesimpel ini: Kalau mau mengetahui seseorag itu beragama apa, lihat cara dia beribadah. Begitu pula dengan pemimpin. Kalau mau mengetahui seorang pemimpin berideologi apa, lihat dari cara dia mengatur wilayahnya.

Akhir-akhir ini banyak sekali berita tak sedap yang beredar yang menyatakan bahwa Presiden Indonesia Joko Widodo dan Gubernur Jakarta Non Aktif Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) adalah seorang komunis, dan antek-antek komunis. Dan isu yang dari tahun 2014 ini, tidak pernah padam hingga detik saya mem-publish artikel ini.

Saya tidak terlalu paham apa dasar mereka mengatakan itu? Apakah karena DNA atau karena apa? Meskipun seumpama mereka (pak Jokowi dan pak Ahok) memang ber DNA orang yang berideologi komunis, tapi saya rasa terlalu dini menyimpulkan mereka sendiri juga penganut ideologi komunis. Kalau kita menyimpulkan hanya dengan melihat dari keturunan saja, maka saya pun bisa simpulkan dan bisa memastikan bahwa hampir seluruh orang pribumi di Indonesia adalah orang Hindu. Kenapa? Karena faktanya sebelum Islam masuk ke Indonesia, nenek moyang kita beragama Hindu.Artinya DNA kita, adalah DNA hindu. Kesimpulan seperti itu sangat konyol menurut saya.

Baiklah, kalau pun anda tidak setuju, kita kembali lagi ke topik. Sekali lagi, saya nyatakan, saya orangnya sangat simpel. Bagi saya, jika kita ingin mengetahui ideologi dari seorang pemimpin, lihatlah dari cara dia mengatur wilayahnya.

Dan sampai saat ini, saya belum melihat baik Presiden Joko Widodo, maupun Ahok, mengatur wilayah mereka dengan cara-cara komunis. Justru cara-cara mereka menurut saya sangatlah LIBERALIS (dengan sedikit nuansa sosialis). Mereka sangat terbuka kepada investasi swasta, dan mengandalkan swasta menjadi motor perekonomian bangsa.

Hal yang tentu bertentangan dengan paham komunis. Dari berbagai teksbook dan referensi yang saya baca, motor perekonomian negara komunis adalah negara itu sendiri atau paling tidak perusahaan negara, bukanlah swasta. Jadi dari sini saja kita bisa simpulkan tidak ada tanda-tanda bahwa mereka komunis.

Kalau pun alasannya karena mereka membuka bekerja sama dengan negara-negara komunis, itu juga tidak semerta-merta bisa disimpulkan bahwa pemimpin tersebut berideologi komunis. Saya contohkan pada negara Islam yang bekerja sama dengan negara Kafir. Apakah raja/pemimpin negara islam tersebut otomatis akan menjadi seorang yang kafir hanya karena bekerja sama dengan negara kafir? Saya rasa semua akan menjawab tidak kan. Begitu pula dengan pemimpin kita yang saat ini sedang dilanda banyak Isu.

Saya tidak habis pikir mengapa orang-orang seperti itu, seakan tidak pernah padam melemparkan isu bangkitnya Komunis di negara ini, melemparkan fitnah bahwa presiden adalah komunis, dll. Bahkan yang parahnya yang paling keras meneriakkannya adalah orang yang tidak paham ataupun gagal paham apa itu ideologi komunis. Yang mereka tahu komunis itu adalah Atheis. Titik! Saya kadang antara ingin ketawa dan menangis jika membaca atau mendengarnya. Apalagi kalau mengingat ahok sangat percaya dengan Tuhannya, begitu pula dengan Pak Jokowi yang konsisten puasa senin-kamis.

Sebagai informasi tambahan buat kalian yang membaca ini, Menteri Sri Mulyani yang diangkat menjadi menteri keuangan oleh Presiden Joko Widodo adalah seorang yang berideologi LIBERAL tulen. Saya rasa jika presiden memang berideologi komunis, maka sangat konyol jika beliau mengangkat menteri keuangan yang berideologi liberal. Dimana ideologi liberal sangat bertolak belakang dengan komunis.

Jadi sudahlah hentikanlah pemikiran-pemikiran buruk sangka seperti begitu. Hanya akan jadi fitnah, kalau benar tidak akan jadi pahala buat anda, dan kalau salah dosa itu terus menerus  mengikuti anda.

Semoga bermafaat.

Belum Paham Keinginan Bangsa Kita

Faktanya tidak ada pemimpin yang sempurna. Kalau dibiarin macet dan banjir juga akan di protes. Di carikan solusi agar gak macet dan banjir, juga protes. Permukiman kumuh tidak di tata juga protes. Permukiman kumuh ditata juga protes. Kadang bingung kita itu maunya apa sebenarnya?

Kita jadi negara terbelakang, protes. Tapi kita mau menjadi negara maju, juga di protes. Kita maunya apa sebenarnya?

Saya ingat 10 tahun yang lalu, gambar dibawah ini selalu dijadikan sindiran bagi pemerintah jakarta. Tidak manusiawi lah, tidak layak huni lah, pemerintahnya cuma bangunin buat org kaya lah dan sindiran-sindiran sejenisnya.

  
Giliran dibangunkan dan dimanusiakan seperti gambar dibawah ini dengan biaya sewa Rp.300 ribu per bulan plus fasilitas lengkap gratis, diprotes juga, dibilang kebebasan rakyat diambillah, dibilangnya memalak rakyatlah, dan lain-lainnya. Maunya bagaimana sih sebenarnya?



Dulu banyak sekali saya mendengar orang memprotes bernada nyinyir seperti ini: "Lihat Singapura sekarang, jadi negara yang maju, dulunya negara sampah" Kenapa kita tidak bisa mereka? Lalu ada juga yang bilang: "Lihat UEA, dulunya negara yang tidak ada apa-apanya dibandingkan Indonesia, sekarang menjadi negara world class" Kenapa kita tidak bisa seperti mereka?

Dulu, itulah yang sangat sering sy dengar. Tapi giliran kita ingin menuju kesana, mencoba mengikuti jejak-jejak mereka, kini yang banyak saya dengar, "ngapain kita mau sok-sok-an seperti Singapura atau UEA, itu jelas tidak sesuai dengan sistem pancasila kita". Rasanya saya antara mau menangis dan ketawa mendengarnya..

10 tahun lalu, kereta cepat jepang di puji-puji di negara kita, dan dengan nyinyirnya protes lagi, kenapa indonesia tidak bisa membuat seperti itu minimal untuk ibu kota kita Jakarta. Sekarang proyek MRT dianggap proyek membuang uang, dan tidak penting.