Thursday, 9 February 2017

Beautifull Cloud in Makassar This Afternoon

Di tengah lalu lintas yang begitu padat, kendaraan yang tidak bisa jalan, bunyi kelakson kendaraan yang tiada henti, saya memfoto langit dengan awan yang indah ini. Mengingatkan kita kembali bahwa di balik sesuatu yang memuakkan, pasti akan ada hal indah yang dapat kita temukan. Seperti awan ini, awan yang menenangkan hati saya dibalik keluhan macet puluhan pengendara lainnya.


Ah, rasa-rasanya jadi ingin bermellow-mellow. Hehehe.

Mensyukuri setiap detik kenyataan bahwa kita semua di beri kesempatan untuk hidup di alam yang indah ini. Menikmati hidup yang se ada nya saja. Tidak perlu berlebihan, yang penting berkecukupan. Tidak perlu mengeluh untuk hal yang masih bisa kita tangani. Tidak perlu menyakiti perasaan orang lain walau dengan candaan. Tidak perlu marah untuk kesalahan kecil dari orang lain. Karena melihat awan ini, saya sudah merasa cukup.

Menyayangi orang disekeliling, berbuat baik. Itu semua lah yang membuat dunia ini semakin indah. Kadang berdebat, bertukar pikiran, berbeda pandangan, tapi jika kita lakukan semua dalam koridor saling menghormati dan saling menghargai, hal-hal tersebut menjadi bumbu-bumbu pemanis dunia ini.

Begitulah.

Saturday, 4 February 2017

Tumbuh Itu ke Atas, Bukan ke Samping

Tulisan ini saya buat bermula dari komentar-komentar orang-orang yang anti dengan investasi, anti dengan apartement, anti dengan rumah susun, anti dengan gedung-gedung kantor bertingkat. Saya terus terang sangat heran sekali dengan pemikiran dari orang-orang yang seperti itu. Padahal jika mereka tau, apartement, rumah susun, maupun gedung-gedung bertingkat adalah salah satu solusi efektif dari penyelesaian masalah-masalah perkotaan terutama di kota-kota besar.

Baikah, saya coba mulai dari pentignya sebuah lahan.

Jaman sekarang kalau kita perhatikan di daerah-daerah perkotaan itu sangat sulit untuk mendapatkan lahan. Terutama apabila kita mencarinya di pusat kota, kawasan yang menjadi titik tengah dari kota tersebut. Kalau pun ada yang tersedia, namun tentu harus dibeli dengan harga yang fantastis. Mau tidak mau, orang akan terus mencari lahan baru di daerah pinggiran kota sehingga terjadi konurbasi, dimana kita sudah tidak bisa lagi membedakan yang mana kota A dan yang mana kota B.

Dengan terjadinya konurbasi, maka sebenarnya akan menimbulkan masalah-masalah yang lain. Salah satu contoh misalnya lahan pertanian dan lahan hutan, yang terus berkurang lantaran terus menerus di ubah menjadi beton. Itu jelas merupakan sebuah kerugian. Desa-desa pun menjadi kekota-kotaan pada akhirnya. Sampai-sampai muncul istilah "desa kota". Hal itu untuk saat ini memang masih terlihat sangat wajar, tapi yang jadi pertanyaan besarnya adalah mau sampai kapan hal ini dibiarkan terus begitu saja? Saya tidak bisa membayangkan 100-200 tahun kedepan. Mungkin saja pulau jawa akan dipenuhi oleh bangunan-bangunan beton dan lahan pertanian pun akan habis jika ini tidak dicarikan solusi yang serius. 

Menurut saya, pemerintah sebagai penanggung jawab, sebagai pemikir masalah-masalah dan nasib masyarakat, harus berpikir solusi untuk itu. Pemerintah wajib mendorong investor-investor untuk menyediakan permukiman-permukiman keatas, dan berhenti berpikir untuk menyediakan permukiman secara horizontal. Mungkin ada yang bertanya mengapa harus investor, kenapa bukan pemerintah sendiri yang membangun. Jawabannya dari pertanyaan seperti itu sebenarnya sangat simpel, memang tidak semua harus investor, tapi jika investor tidak ikut andil, siapa lagi yang mau diharapkan? Saya rasa pemerintah manapun pasti akan kesulitan membangun semuanya tanpa ada bantuan dari pihak lain, terutama soal dana dan biaya pembangunannya. Pembangunan seperti itu, tentu akan memakan biaya yang cukup besar. Padahal kita tau sendiri banyak juga hal lain yang tidak kalah pentingnya, yang harus dibangun oleh pemerintah. Contohnya seperti pelabuhan, transportasi umum, drainase, perbaikan sekolah, bahkan rumah susun untuk warga berekonomi menegah kebawah. Nah, dari hal tersebut kita bisa lihat sendiri, peran Investor disini sebenarnya sangat penting dalam membantu pemerintah untuk menyediakan perumahan vertikal bagi masyarakat menengah keatas alias para elit dan eksekutif.

Salah satu solusi yang paling efektif menghambat laju dari konurbasi selain dengan menekan angka kelahiran hanyalah pembangunan yang dilakukan secara vertikal. Kalau istilah salah seorang guru besar di kampus saya mengatakan "mengefektif-efisienkan lahan". Dengan pembangunan secara vertikal, tentunya akan sangat menghemat sekali penggunaan lahan. 

Baiklah, sekarang saya akan mencoba menggambarkan hal ini dengan logika yang sederhana. Mari kita umpamakan ada 100 kepala keluarga, setiap kepala keluarga ingin membangun rumah masing-masing secara horizontal, dimana tiap rumah  kita anggap saja ukurannya 10x10. 100 kepala keluarga artinya akan dibangun 100 unit rumah, maka luas lahan yang akan terpakai adalah:

100 m2 x 100 unit = 10.000 m2, itu belum termasuk lahan yang dipakai untuk akses jalan atau sirkulasi kendaraan, taman, parkir mobil, dan lain-lainnya.

Bandingkan jika dengan 1 apartement atau 1 rusun dengan ukuran yg sama 10x10, 100 unit, dibangun 10 lantai, maka lahan yang akan terpakai hanya:

100m2 x 100 unit =10.000 m2
10.000 m2/10 lantai = 1000 m2
Bisa dilihat perbandingannya 1000 m2 dengan 10.000 m2 atau setara dengan 1:10. Dan itu artinya 9.000 m2 lahan pertanian atau 9.000 m2 lahan hutan bisa di selamatkan.

Kemudian jika membangun apartemen atau rusun dengan tipe yang sama (100 unit juga) untuk luas lahan 10.000 m2,
Maka jumlah unit rumah yang dibangun dapat melayani: 
10.000 m2/ 1.000 m2 = 10
10 x 100 unit = 1000 unit rumah, dalam artian 1000 kepala keluarga dapat terlayani. Dibandingkan dengan membangun 100 unit kesamping, jelas akan sangat jauh lebih efisien membangun ke atas.

Makanya saya sangat heran jika ada orang yang begitu anti dengan yang namanya investasi meskipun dari negara lain. Karena bagaimana pun untungnya seorang investor namun dia tetap memberikan manfaat buat perkembangan perkotaan bahkan negara. Begitu pula dengan orang-orang yang anti dengan rumah susun, sama saja. Mungkin anda sekarang anti, karena tidak memikirkan bagaimana kedepannya nanti.

Pemkiran seperti anti investasi, anti apartement, dan lain-lain itu harus diubah oleh masyarakat kita, karena kalau tidak hanya akan timbul masalah-masalah baru yang tentunya akan lebih runyem. Memang sih tetap ada resiko lainnya, tapi dimana-mana yang namanya solusi itu pasti akan selalu ada resikonya, yang membedakan hanya besar kecilnya resiko dari solusi itu. Dan semua solusi-solusi itu akan berjalan dengan baik, jika kita bersatu dan kompak melaksanakannya.

Semoga bermanfaat.

Thursday, 2 February 2017

Sosialisasi Semester Genap S3 Ilmu Arsitektur Unhas

Hari ini saya mengikuti sosialisasi semester genap program doktor (S3) ilmu arsitektur Unhas. Acara ini dimulai dari pukul 13.00-16.00 WITA. Sosialisasi ini untuk mengingatkan mahasiswa pentingnya untuk memulai penulisan desertasi sejak saat ini dan tidak menunda-nunda untuk memulai penelitian. Karena program doktor sangat berbeda dengan kuliah pada 2 tingkatan sebelumnya yaitu program master maupun program sarjana. Prof. Ananto Yudono mengatakan bahwa program doktor itu kuliahnya hanya penelitian dan menulis, tidak usah berharap akan ada kuliah seperti program master (S2) maupun program sarjana (S1), sehingga sangat diperlukan adanya keaktifan, inisiatif dari mahasiswanya sendiri untuk datang ke kampus, bertemu dan berkonsultasi dengan professornya dan promotornya masing-masing.

Dalam acara ini sangat banyak yang dibahas, terutama mengenai rencana-rencana penelitian dan seminar-seminar baik itu seminar nasional maupun seminar internasional. Setiap individu mahasiswa diberikan target oleh Prof. Ananto untuk menyelesaikan hal-hal yang wajib di penuhi oleh mahasiswa terserbut. Seperti bulan berapa akan mengikuti Seminar Nasional, Semnas seperti apa yang akan di ikuti, lalu kapan rencana untuk men-submit abstrak yang akan di publikasikan di Jurnal Internasional.

Prof. Ananto sebagai ketua program studi doktor ilmu arsitektur universitas hasanuddin menyampaikan bahwa dalam penulisan jurnal maupun bahan-bahan untuk seminar harus berhati-hati terhadap plagiasi. Dalam beberapa kasus, beberapa orang sampai harus rela untuk dicabut gelar doktornya, karena katahuan dalam tulisan-tulisannya baik dalam desertasi, jurnal maupun seminar-seminarnya kedapatan memplagiasi tulisan dari orang lain tanpa di cantum sumbernya. Selain itu, Prof. juga menyampaikan bahkan memplagiasi diri sendiri pun sangat berbahaya sebenarnya. Untuk itu, beliau menekankan kepada mahasiswa untuk berhati-hati dan teliti sebelum mempublikasikan tulisannya.

Beriktu ini adalah foto-foto dari acara Sosialisasi Semester Genap porgram doktor (S3) Ilmu Arsitektur Universitas Hasanuddin Makassar.





Wednesday, 1 February 2017

Harapan Pembangunan Kota-Desa di Indonesia 2017

Tepat tahun 2017, tanggal 01, bulan 01, pukul 01.00 WIB, saya sempat menuliskan opini saya di salah satu akun media sosial saya, tentang bagaimana kedepannya kota-kota di Indonesia menghadapi tahun 2017 dan tahun-tahun berikutnya. Kini pada tahun yang sama, tanggal 02, bulan 02, pukul 02.00 WIB saya ingin memposting kembali tulisan saya itu kedalam blog ini. Berikut tulisan tersebut:

Tahun 2017, kota-kota besar dan kota-kota yang padat penduduknya sudah mesti memikirkan pembangunan permukiman vertikal atau ke atas. Dengan pembangunan secara vertikal, maka akan memperluas lahan-lahan yang dapat di "garap" menjadi lahan yang produktif. Tujuannya bukan untuk apa, tapi agar lapangan pekerjaan semakin luas, sehingga angka pengangguran bisa ditekan. Dan akan lebih bagus jika hal tersebut bisa diiringi dengan kenaikan upah minimum (UMR) masyarakat. 

Angka penerimaan mahasiswa baru juga harus harus dikaji ulang dan disesuaikan kembali sebisa mungkin dengan kebutuhan lapangan pekerjaan. Izin usaha harus lebih dipermudah dan jangan dipersulit apalagi sampai dipermahal. Karena hal ini sangat berguna untuk mengawal pajak negara dan mengurangi pungutan liar. Terkadang orang malas mengurus izin usaha karena ribet, lama, dan perlu biaya yang mahal. Sehingga pada akhirnya mereka mendirikan usaha tanpa memiliki izin usaha. Hal tersebut lah yang menyebabkan negara kesulitan untuk memungut pajak karena tanpa izin usaha, tidak akan ada alasan bagi negara untuk menarik pajak atau retribusi dari mereka. 

Lalu kemudian, setiap usaha kecil dan menengah atau yang sering disebut UKM agar dapat lebih difasilitasi dan diperbantukan modal oleh pemerintah. Pemilihan subsidi yang tepat guna seperti subsidi untuk pengiriman barang juga harus lebih di tingkatkan baik antar wilayah dalam negeri maupun ekspor keluar negara. Gunanya untuk mendukung UKM-UKM dalam proses distribusi produk-produk mereka. Jika mereka dapat dengan mudah mendistribusikan produk-produk mereka, maka hal tersebut akan menjadi kekuatan untuk menunjang produk-produk dalam negeri agar bisa berkompetisi dengan produk-produk asing lainnya.

Pemeretaan juga tidak kalah penting, pembangunan infrstruktur dan utilitas seperti pelabuhan, jalan (link antar daerah), listrik, air bersih lebih di tingkatkan di kota-kota yang sedang berkembang (setengah metropolitan) seperti Palu, Kendari, Ambon, Manado. Sehingga investasi dan industri barang dan jasa tidak terpusat lagi hanya pada kota-kota yang sudah padat pendudukDesa-desa juga tetap wajib ditingkatkan produktivitasnya, jalur-jalur distribusi dari desa ke kota juga harus terus menerus ditingkatkan.

Demikianlah opini saya, semoga bermanfaat. Jika berbeda pandangan dan opini silahkan komentar di bawah ini, jangan sungkan-sungkan. Terima kasih.

Bagaimana Seorang Tukang Becak Hidup di Kota Besar

Sebenarnya apa yang menyebabkan tukang becak bisa hidup di kota besar seperti di kota Makassar? Padahal jika kita melihat sekilas, kita pasti akan bilang bahwa penghasilan mereka tidak akan cukup untuk menghidupi keluarga mereka. Berikut ini adalah jawaban dari Prof. Tommy (Ahli Sosiologi Arsitektur dan Perkotaan), yang dulu pernah meneiliti secara mendalam kehidupan dari seorang tukang becak di Kota Makassar.


"Sebenarnya agak panjang kalau ini mau dijelaskan, karena hal ini terlalu luas dan kompleks. Namun saya akan coba menjelaskan dengan lebih sederhana agar mudah ditangkap. Kalau kita menganggap seorang pengemudi becak adalah seorang migran permanen memang tidak masuk akal. Namun kita harus melihat itu dari perspektif desa dan kota. Dalam kasus ini, saya istilahkan mereka hidup dalam 2 alam. Dalam artian sebenarnya keluarga mereka itu tinggal di perdesaan, dan mereka mencari nafkah di Perkotaan. 

Menurut penelitian saya, boleh dikata 90% dari mereka adalah pelaku migrasi sirkuler. Misalnya mereka asal dan tempat tinggalnya ada di daerah di luar Kota Makassar, anggaplah takalar, mereka itu setiap minggunya selama 4-6 hari mereka ada di Makassar, namun sisanya mereka pulang ke kampung mereka masing-masing. Kemudian keuntungan yang mereka dapatkan di Makassar mereka bawa pulang sebagai remitan untuk membiayai keluarga mereka. Nah, yang jadi pertanyaan menarik adalah bagaimana seorang tukang becak itu sendiri bisa hidup di kota besar seperti Makassar. 

Dalam penelitian saya, bisa diketahui bahwa mereka kebanyakan tinggal di rumah kerabat-kerabat dekat mereka bahkan beberapa menempati begitu saja ruang-ruang kosong hanya untuk sekedar tidur,dll. Beberapa pula dari mereka bahkan mengaku selalu membawa beras dan sayuran dari desa mereka. Sehingga mampu mengurangi biaya akomodasi mereka di Makassar.

Yang penting kita ketahui bahwa kehidupan mereka di Desa sangatlah baik, mereka punya lahan pertanian yang cukup, istri mereka punya peternakan, ataupun perkebunan.
Jadi seperti itulah kurang lebih bagaimana seorang tukang becak itu bisa hidup di kota-kota besar seperti Makassar."

Demikianlah hasil wawancara saya dengan salah satu ahli sosiologi perkotaan di Makassar. Semoga tulisan ini bermanfaat buat semua yang membaca. Jika ada pendapat lain silahkan komentar di bawah.